Jumat, 04 September 2009

Sepucuk Surat Untuk Bunga

Ini sepucuk surat angin kepada bunga dan sang lebah.

Dan saat lirihmu kurasa, itulah penghayatan yang tak mampu kupungkiri. Bahwa saja aku menyertaimu dengan tulus. Namun lamunan tidaklah cukup untuk mengobati rasamu. Aku berkeliling dan berjibaku kepada setiap kemungkinan-mencarikan energi baru untuk bunga yang akan mengembang. Bahwasanya detikmu adalah detiku, resahmu juga gundahku dan senyumu adalah ketenanganku. Aku mengabaikan sedikit lirihmu sebab aku jemu oleh kejemuanku dan itulah caraku menjalani sesuatu yang tak pernah kau mengerti, wahai bungaku.
Pernah kulempar kau dengan mimpiku yang menceritakan hidup yang tak akan menepi, lalu kudengar tetesan air mata jatuh !

Belalang menceritakan kepadaku tentang kisahmu saat fajar datang membiusku. Belalang berkata benang sarinya telah jatuh ke putikmu. Aku tersenyum dan berbicara dengan kancil tentang kesukseanku membantu sang bunga untuk mengembang. Pada saat yang bersamaan, pikirku melayang pada sang lebah yang akan mengambilmu dan mereikarnasikan bunga menjadi sesuatu yang lebih daripada sebelumnya. Namun aku yakin akan ceriamu dan sekali lagi aku yakin pada keceriaanmu yang kau sisihkan untuku lebih dari cukup, dan itu meyakinkan bahwa aku akan berusaha untuk menyembunyikan keberadaanmu dari sang lebah.
Keyakinanku salah saat kulihat kau menyiksa dirimu saat kau merasa sanggup mengembang, ternyata lincahmu mengundang kumbang berterbangan kearahmu dan terus mendekat kearahmu..

Kecewaku menjadi yang terlupakan dan senangku melihat kau senang akan penyiksaan yang kau rasa nikmat. Mampuku saat ini ialah menitipkan dirimu pada dirimu karna aku yakin kau akan mengembang dengan beribu siksaan yang kau rasa nikmat-sebaliknya juga aku, sang angin. Biar lebah menghisap kenikmatan dari dirimu. Mungkin kulupakan saja sang bunga, lalu pergiku mencari yang tak pernah kutemui.



Dan apabila bunga sanggup mengerti tulisan ini, semoga ia mengerti tentang kekhawatiranku tentang lebah. Dan angin tetap pergi sebagai angin. Aku sempat mencintaimu


- angin -

Kamis, 27 Agustus 2009

Derai mimpi

Dengan sedih di blik batu bertuan aku mengeluh "kenapa mimpi mereka menggerus hidupku?"
Sembari menatap kearah rumah kecilku yg setengahnya menjadi puing gilasan buldozer.

Sabtu, 11 Juli 2009

Suratan angin

Rakitlah perahumu, dan ceritakan padaku tentang perjalannmu mengarungi langit.
Tentang bintang yang tak bertabir mimpi, Lubang hitam yang mungkin menarikmu atau juga tentang pengakhiran dunia yang kusinggahi- dan mengenang penghancuran kecil yang pernah kita lakukan, hingga bulan tertidur lelah mendengar kisahku.
Mungkin tak ada lagi camar usang di taman kecil dengan anggur yang menceritakan petuah bodoh di padang senja.
Petapa tua bersabda tentang singa di padang gurun yang memburu majikan terakhirnya.
Tapi aku bukan singa, aku angin yang ditinggal pergi sahabat imajinya.
Bila nanti imaji itu menemukan hampa setelah mengarungi langit.
Aku masih diselimuti awan hitam pekat, menanti pemicu yang menjadikanku badai

Persekongkolan Akuarium

Benarkah sayang,
bahwa matahari tak mampu mengelabui semangatku? Dan
Hujanpun tiada sanggup menyusutkan rasa ini?
Lalu mereka berkata bahwa aku berada dalam akuarium.
Namun bagiku mereka hanyalah ikan sapu-sapu, bahkan lebih bodoh daripada itu. Sebab mereka tidak melompat lompat keluar akuarium, membuat keruh air akurium atau malah menghancurkan secara perlahan. Melainkan menjaga bersih akuarium itu, agar tuanya mampu meletakan diriku yang berikutnya.

Pecemburu

Aku menaruh cemburu
kepada setiap orang lalu.
Kalau di petiknya sekuntum mawar mekar mengharum...

Kutulis di atas papan sederhana tapi nyata-
setara pada arti katanya:
"Dilarang memetik bunga!"

Lama-lama aku jadi jemu,
bukan oleh bunga yang sekarang mulai layu.
Dan bukan oleh tulisan itu.
Melainkan jemu oleh cemburu

(A)

Aku juga menginginkan...
Aku juga...
Aku...

... hidup lebih baik
... menyiapkan sebuah rencana
... yang bukan nasionalis


Mungkin kamu juga mau !!!

Nada Agar Kau



Kemarilah..
Bersandar di Bahuku/
Dan akan kuceritakan sebuah kisah kasih romansa kehidupan/

Ketika harimu tak lebih dari hari kemarin/
Ketika kau tersungkur dalam kesendirian/
Ketika bintang yang kau idamkan tak sanggup kau gapai/
Ketika kau merasa bukan menjadi siapa-siapa/
Ketika aku mengikari sebuah nazar yang tercetus untuk "Berada di sisimu kapanpun kau membutuhkanya"/
Kemarilah..
Bersandar di Bahuku/
Dan akan kuceritakan sebuah kisah kasih romansa kehidupan/

Ketika harimu tak lebih dari hari kemarin/
Ketika kau tersungkur dalam kesendirian/
Ketika bintang yang kau idamkan tak sanggup kau gapai/
Ketika kau merasa bukan menjadi siapa-siapa/
Ketika aku mengikari sebuah nazar yang tercetus untuk "Berada di sisimu kapanpun kau membutuhkanya
Ketika kau tak mendengar nyayian syahdu yang bermuara pada ujung hati/
Ketika nada-nada itu meronta meminta sebuah perubahan besar pada dirimu/

Ketika nada-nada itu memintamu bangkit dari keterpurukan/
Ketika nada-nada itu memintamu tegar saat sendiri/
Ketika nada-nada itu memintamu tak mempedulikan ketidak sanggupanmu/
Ketika nada-nada itu memintamu untuk menjadi dirimu sendiri/
Ketika nada-nada itu memintamu untuk menghapuskan ketergantunganmu terhadapku saat kau jatuh/

Dan nada-nada itu mangharapakan agar..
Kau mampu menari lepas bersama sukacita/
Agar mampu kau putuskan mata rantai yang membelenggu sayapmu/
Dan menjelajahi setiap titik yang tak pernah kau singgahi sebelumnya/